Torehkan Prestasi Jadi Pelatih Taekwondo, Dansat Brimob Polda Jambi: Suatu Kehormatan dan Kebanggaan Korps Brimob  Rumah Ketua DPW Partai Aceh (PA) Dilempar Bom Molotov  Saat Sidak Di Pasar Villa Kenali, Kapolsek Kota Baru Dapati Harga Kebutuhan Pokok Berangsur Turun.  Gubernur Al Haris Gelar Rapat Optimalisasi Angkutan Batubara Melalui Sungai Sambut Tahun Baru 2024, Yamaha Luncurkan LEXi LX 155 “Simple but MAXi”

Home / Berita

Selasa, 13 Desember 2022 - 08:28 WIB

Ombudsman Sampaikan Hasil Kajian Sistemik, Cegah Maladministrasi Sektor Pertambangan

Bidik Indonesia News, JAKARTA – Dalam rangka pencegahan maladministrasi, Ombudsman RI telah menyelesaikan Kajian Sistemik (Systemic Review) Tata Kelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengambil sampel di lima provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara. Kajian ini memuat temuan, kesimpulan serta saran perbaikan regulasi tata kelola IUP kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Menteri Keuangan.

 

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto mengatakan bahwa kajian sistemik ini selain untuk mencegah maladministrasi, juga bertujuan untuk mencegah terjadinya laporan masyarakat yang berulang mengenai IUP. “Permasalahan dalam proses perizinan tata kelola IUP diawali sejak perizinan masih di tingkat kabupaten/kota, kemudian dialihkan kewenangannya ke provinsi pada tahun 2015, lalu pada tahun 2020 kewenangannya ditarik ke pemerintah pusat. Salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak clean and clear-nya IUP pada saat proses peralihan kewenangan tersebut,” ungkap Hery Susanto dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (12/12/2022).

 

Hery menambahkan, peralihan kewenangan IUP ke pemerintah pusat telah terjadi berbagai permasalahan dalam hal maladministrasi antara lain penundaan berlarut, diskriminatif dan tidak memberikan pelayanan. “Pengalihan kewenangan izin usaha pertambangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi dan pusat masih ditemukan tidak memenuhi asas profesional, ketelitian dan transparansi,” imbuh Hery.

 

Ombudsman menemukan bahwa pada proses pencatatan, administrasi dan kearsipan tidak memadai, sehingga sulit mencari dan mengakses data pertambangan di tingkat kabupate/kota dan provinsi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan standar pelaksanaan pengalihan kewenangan. Ombudsman juga menemukan adanya kendala teknis pada Online Single Submission (OSS) sebagai sistem perizinan terpadu berbasis elektronik.

BACA LAINNYA  Al Haris Ajak Masyarakat Mendoakan Proses Evakuasi Kapolda Jambi dan Rombongan Agar Dimudahkan

 

Kesimpulan hasil kajian pada aspek regulasi, Hery menyampaikan bahwa Keputusan Menteri ESDM Nomor 15.K/HK.02/MEM.B/2022 yang mengatur tentang pembatasan laporan dari segi waktu dan masih aktifnya IUP cenderung bersifat diskriminatif. Ketentuan pada Kepmen ESDM tersebut pada diktum empat huruf b, membatasi klasifikasi pelapor dengan menentukan batas waktu belum lewat dua tahun sejak pertama kali permohonan perizinan pada saat Izin Usaha Pertambangan masih berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak didasarkan oleh ketentuan yang tepat dan perlu dilakukan revisi.

 

“Ombudsman mengacu pada Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI yang mengamanatkan laporan masyarakat harus memenuhi persyaratan “Peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi. Jadi tidak dibatasi hanya untuk IUP yang masih berlaku,” ujarnya.

 

Terkait Surat Edaran Nomor 1.E/HK.03/MEM.B/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Ombudsman memberikan catatan.

 

“Surat edaran tersebut ditujukan kepada Gubernur, Kepala Dinas yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral serta kepala Dinas PMPTSP untuk memproses perizinan dan mengatur masa transisi. Namun dalam Surat Edaran dimaksud tidak secara jelas mengatur pengawasan, penanganan pengaduan dan permasalah lingkungan terkait dengan pendelegasian izin tersebut,” terang Hery.

BACA LAINNYA  Gelar Dzikir Akhir Tahun, Gubernur Al Haris Tuai Pujian

 

Hery juga menyoroti Surat Edaran tersebut hanya ditujukan kepada ketiga pihak di atas, tanpa ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup, dan tidak ditembuskan kepada Menteri LHK. Menurutnya, hal ini menjadi permasalahan tersendiri dengan memisahkan antara regulasi pertambangan dengan regulasi lingkungan hidup sebagai persyaratannya.

 

Kedua, agar Kementerian ESDM secara aktif memberikan informasi yang transparan kepada pemohon penerbitan, pencatatan atau perpanjangan izin usaha pertambangan mengenai tindak lanjut laporannya dan hal-hal yang perlu dilengkapi dengan sistem penanganan laporan pertama (first come first served).

 

Kepada Menteri Investasi Bersama Menteri ESDM, Ombudsman memberikan saran agar melakukan penyempurnaan sistem dan peningkatan keandalan sistem perizinan berusaha Online Single Submission Risk Based Approach (OSS – RBA) terkait izin usaha pertambangan.

 

Kepada Menteri LHK bersama Menteri ESDM agar mempercepat proses integrasi pengurusan perizinan/persetujuan lingkungan dengan data izin usaha pertambangan yang terkoneksi dengan OSS RBA. “Sistem tersebut untuk memudahkan evaluasi dan monitoring terpadu terhadap izin usaha pertambangan dari aspek teknis dan lingkungan,” imbuh Hery.

 

Kepada Menteri Keuangan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan transparansi perhitungan target dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Minerba serta perhitungan dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minerba melalui optimalisasi pelaksanaan kegiatan bedah kertas kerja tentang perhitungan realisasi dengan melibatkan stakeholder termasuk pemerintah daerah. Kedua, agar mempercepat realisasi pembayaran kurang bayar DBH dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. (*)

 

 

 

Narahubung:

 

Anggota Ombudsman RI

 

Hery Susanto

Print Friendly, PDF & Email

Share :

Baca Juga

Berita

Gubernur Al Haris Buka Bersama Ormas dan LSM se-Provinsi Jambi

Berita

Tak Hanya Reward dari Kompolnas RI, Komisi III DPR RI: Gedung SPKT Polda Jambi Satu-satunya Tempat Nyaman dalam Pelayanan 

Berita

Batalkan Aksi Solidaritas 1000 Lilin, Wakil Ketua HBB : Kita Ganti Doa Bersama dan Ziarah ke Makam Brigadir J

Berita

Disenggol Tronton, Seorang Pelajar di Tembesi Meninggal Dunia

Berita

Sabang Family Club Members “Jadilah Keluarga Yamaha Sabang Raya Motor Jambi”

Berita

Kurang dari 30 Jam, Polres Sarolangun Tangkap Pelaku Penembakan di Perkebunan PT PAM

Berita

Wakilli Kapolresta Jambi, Kapolsek Jambi Selatan Hadiri Haul Ponpes Mamba’ul Ulum ke VII

Berita

Pimpin Apel Pagi Usai Libur Cuti Hari Raya Idul Fitri, Ini Pesan Kapolda Jambi Kepada Personil